HMI Cabang Barru dan PMII Cabang Barru Gelar Aksi Demonstrasi di Malam Hari
Barru – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Barru bersama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Barru gelar aksi demonstrasi depan Kantor Bupati Barru dan Kantor DPRD Kabupaten Barru Sulawesi Selatan, Kamis malam (27/02/2025).
Salah satu Kader PMII Cabang Barru Sulsel Akbar, menyampaikan orasinya menyampaikan.
Dalam Aksi tersebut sebagai bentuk respon terhadap kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo yang dinilai akan merugikan masyarakat.
“Salah satu kebijakan utama yang diterapkan adalah efisiensi anggaran negara yang tertuang pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, efisiensi anggaran yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan keuangan negara. Namun, kebijakan ini dianggap kontradiktif dan berpotensi berdampak negatif bagi pelayanan publik.
“Jumlah kabinet yang sangat besar justru menunjukkan ketidakefisienan. Undang-Undang Kementerian Negara memang mengizinkan hingga 46 kementerian, tetapi jumlah menteri dan pejabat setingkat menteri saat ini melebihi 100, yang jelas berlawanan dengan prinsip efisiensi itu sendiri,” ungkap Akbar salah satu kader PMII Cabang Barru dalam orasinya.
Selain itu, menurut Akbar kebijakan efisiensi anggaran juga berdampak langsung pada sektor pelayanan publik yang vital, seperti pendidikan dan kesehatan. Pemerintah diketahui memangkas anggaran dua sektor ini secara signifikan.
“Di dalam UUD jelas disebutkan bahwa anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN atau APBD. Pemotongan ini bukan hanya bertentangan dengan konstitusi, tetapi juga dengan tujuan negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kesejahteraan umum,” tambahnya.
Selain dampak terhadap pendidikan dan kesehatan, kebijakan efisiensi juga berpotensi menyebabkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di berbagai sektor, terutama tenaga honorer dan pekerja di industri yang bergantung pada anggaran negara.
“Banyak hotel dan sektor jasa lainnya yang terdampak karena pemangkasan perjalanan dinas dan proyek pemerintah. Ini berpotensi menurunkan daya beli masyarakat dan memperlambat pertumbuhan ekonomi di daerah yang sangat bergantung pada dana APBN dan APBD,” katanya.
Persoalan yang kedua adalah terkait wacana proses pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang akan dikembalikan ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Mereka menganggap bahwa dengan kembali ke sistem pemilihan kepala daerah oleh DPRD justru membuka ruang baru bagi persoalan yang lebih serius, seperti hak pilih rakyat untuk memilih pemimpin akan dihilangkan.
Pilkada langsung adalah simbol demokrasi partisipatif yang dimana rakyat diberi hak untuk menentukan masa depan daerah mereka sendiri. Mengembalikan mekanisme ke DPRD berarti menyerahkan kendali itu ke tangan segelintir elite.
Demokrasi akan berubah menjadi elitis, meninggalkan rakyat sebagai penonton dalam proses politik yang seharusnya mereka miliki.
“Potensi korupsi akan meningkat. Pemilihan melalui DPRD akan berpotensi untuk menjadikannya sebagai ladang korupsi yang di mana anggota DPRD akan berpotensi menerima suap untuk memenangkan kandidat tertentu.
Transaksi politik dalam pemilihan di DPRD sering terjadi, mengikis kepercayaan masyarakat terhadap integritas lembaga tersebut,” terang Ramsi Kabid PTKP HMI Cabang Barru.
Ramsi menyebutkan bahwa dengan mengembalikan pilkada ke DPRD akan menciptakan jarak antara rakyat dan pemerintah daerah. Kepala daerah yang terpilih mungkin akan merasa lebih bertanggung jawab kepada DPRD daripada kepada masyarakat.
Akibatnya, kebijakan yang dihasilkan cenderung lebih berpihak kepada elite politik daripada kepentingan publik dan tentunya ini akan mengakibatkan kemunduran demokrasi lokal.
Aksi demonstrasi ini menuntut pemerintah untuk mempertimbangkan kembali kebijakan yang dianggap tidak pro-rakyat. Mereka juga menuntut agar pilkada tetap dilaksanakan secara langsung oleh rakyat.
“Kami menolak kebijakan pemerintah yang hanya memikirkan efisiensi anggaran tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap rakyat,” kata Hendra, Ketua Umum HMI Cabang Barru.
“Selain itu, kami juga menolak wacana pemilihan kepala daerah yang dikembalikan kepada DPRD. Pilkada harus tetap dilaksanakan secara langsung oleh rakyat untuk memastikan bahwa kepala daerah yang dipilih benar-benar representatif,” tutup Hendra. (**)