Aturan Royalti Musik Di Acara Pernikahan Tuai Pro-Kontra, Herry Rocky Music : Ini Memberatkan, Perlu Dikaji Ulang
BENGKULU SELATAN – Kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Wahana Musik Indonesia (WAMI) terkait kewajiban pembayaran royalti atas pemutaran musik di ruang publik menuai tanggapan beragam.
Aturan tersebut menyebutkan bahwa setiap pemutaran musik, termasuk dalam acara pernikahan yang menggunakan hiburan live tanpa penjualan tiket, diwajibkan membayar royalti sebesar 2 persen dari total biaya produksi musik. Biaya produksi yang dimaksud meliputi sewa sound system, backline, serta honor para penampil.
Pihak penyedia jasa hiburan musik, khususnya pelaku usaha organ tunggal, mengaku aturan ini berpotensi menambah beban bagi penyelenggara acara.
Menurut mereka, selama ini sebagian besar masyarakat menggunakan jasa hiburan musik sebagai pelengkap acara tanpa adanya orientasi komersial, jadi terkait aturan yang ada, menurutnya perlu dikaji ulang.
“Kalau untuk acara pernikahan, hajatan, atau syukuran, masyarakat biasanya sudah terbebani dengan biaya pesta. Kalau ditambah lagi dengan kewajiban membayar royalti 2 persen dari biaya musik, tentu akan memberatkan. Bagi kami penyedia jasa organ tunggal juga ikut terdampak, karena bisa jadi masyarakat enggan menyewa hiburan,” ujar Herry Gunawan yang akrab disapa Herry Rocky, salah satu pengusaha organ tunggal di Kabupaten Bengkulu Selatan, Sabtu (16/08/2025).
Sementara itu, masyarakat juga menilai aturan ini berpotensi menimbulkan kontroversi. Sebagian mendukung karena aturan tersebut dianggap bentuk penghargaan kepada pencipta lagu, namun sebagian lainnya merasa penerapan royalti untuk acara pernikahan kurang tepat.
“Kalau untuk acara besar yang berorientasi bisnis, wajar saja ada pembayaran hak cipta. Tapi kalau untuk pernikahan atau acara keluarga, menurut saya terlalu berat. Kita ini niatnya hanya hiburan, bukan mencari keuntungan,” ungkap Eric, warga Kecamatan Manna.
Namun, ada juga masyarakat yang menilai aturan tersebut sah-sah saja selama benar-benar ditujukan untuk kesejahteraan pencipta lagu.
“Selama memang uang itu sampai ke pencipta lagunya, saya rasa tidak masalah. Musik itu ada karena ada yang menciptakan, jadi wajar kalau hak mereka dilindungi,” kata Bace, warga Kecamatan Pasar Manna.
Aturan yang dikeluarkan WAMI ini memang masih dalam tahap sosialisasi, namun sudah menimbulkan perdebatan di tengah masyarakat.
Sebagian berharap agar kebijakan ini dapat ditinjau ulang dengan mempertimbangkan kondisi sosial dan budaya masyarakat Indonesia, khususnya di daerah yang masih menjadikan hiburan musik sebagai tradisi penting dalam acara pernikahan. (thor)